Saturday, November 04, 2006

Bupati Win Mengaku Kaget

Jumat, 03 Nov 2006
Soal Uang Gedok APBD dan PAK untuk Orang Dewan
SIDOARJO - Jawa Pos. Eksekutif Sidoarjo disebut-sebut terlibat dalam aliran dana uang gedok APBD 2006 sebesar Rp 10 juta per orang dan uang gedok PAK (Perubahan Anggaran dan Kegiatan) APBD 2006 sebesar Rp 5 juta per orang untuk seluruh anggota DPRD Sidoarjo. Namun eksekutif Pemkab Sidoarjo mengaku tak tahu menahu dari mana asal uang gedok beraroma suap untuk 45 anggota dewan yang terhormat tersebut.

Bupati Win Hendrarso mengatakan, "Saya sendiri kaget. Sepulang umroh, kok tahu-tahu ada berita semacam itu," ujar dia kemarin.

Win menegaskan, selama ini eksekutif tidak pernah membudayakan pemberian uang gedok kepada anggota legislatif, dalam setiap penyusunan APBD maupun PAK. Dia menduga, jika memang ada aliran dana semacam itu, kemungkinan berasal dari oknum eksekutif yang terlibat langsung dalam penyusunan APBD.

"Yang jelas, kami tidak pernah mengalokasikan dana seperti itu. Mungkin itu uang pribadi mereka (oknum eksekutif, Red.)," tandas Win.

Kasus uang gedok ini sendiri mencuat ketika seorang pegawai Sekretariat DPRD Sidoarjo, membocorkan berita tentang bagi-bagi uang sebesar Rp 5 juta per orang di kalangan anggota dewan, sehari sebelum penggedokan PAK APBD 2006.

Isunya makin memanas saat Syarif Muhtarom, anggota dewan dari PKS, mengaku terus terang, bahwa dirinya diminta untuk menerima uang yang tak jelas alokasi maupun asal-usulnya, setelah penggedokan PAK APBD 2006.

Dia juga mengaku, sebelumnya pernah pula diminta menerima uang sebesar Rp 10 juta per orang, saat penggedokan APBD 2006. Bahkan, saat awal-awal menjalani tugasnya sebagai anggota dewan, juga pernah menerima pembagian uang sebesar Rp 5 juta per orang, walaupun akhirnya dia kembalikan.

"Waktu saya tanya, itu uang apa, dijawab bahwa itu bukan uang dari anggaran DPRD. Tapi, dikatakan bahwa itu uang dari eksekutif," tutur Syarif, saat mengungkapkan upayanya mengorek kejelasan asal-usul uang yang diberikan kepadanya itu.

Setali tiga uang dengan pernyataan Win, Sekretaris Daerah Kabupaten (Sekdakab) M. Rochani, selaku Ketua Tim Anggaran Pemkab Sidoarjo, yang terlibat langsung dalam penyusunan APBD bersama legislatif, mengaku tidak pernah mengeluarkan kebijakan untuk mengucurkan uang gedok kepada anggota dewan.

"Saya ini sudah kenceng (tegas, Red.). Nggak pakai gitu-gituan (uang gedok, Red.) untuk melancarkan pengesahan APBD oleh dewan," elaknya.

Namun, menurut penuturan seorang anggota dewan yang wanti-wanti jati dirinya tak diungkapkan, budaya uang gedok dari ekskutif ke legislatif itu, memang benar-benar ada dan tetap berlangsung hingga kini, di kalangan anggota DPRD Sidoarjo periode 2004-2009.

"Saya sendiri sebenarnya nggak setuju. Tapi, juga nggak bisa menentang arus. Anggota dewan yang sekarang, malah lebih ganas dibanding anggota dewan yang dulu (DPRD periode 1999-2004, Red.)," bisik dia.(sat)

Thursday, November 02, 2006

Uang Gedok APBD 2006, Rp 10 Juta Per Orang

Rabu, 01 Nov 2006
Dua Legislator PKS Sepakat Menolak
SIDOARJO - Jawa Pos. Uang gedok ternyata sudah menjadi tradisi yang berurat dan berakar di kalangan DPRD Sidoarjo. Belum tuntas isu tentang uang gedok PAK (Perubahan Anggaran dan Kegiatan) APBD 2006, kemarin muncul lagi isu tentang uang gedok APBD 2006.

Itu terungkap dari pengakuan terbuka Syarif Muhtarom, anggota DPRD Sidoarjo dari PKS yang tergabung dalam FKB-Keadilan. Dia mengatakan, uang gedok PAK APBD 2006 itu bukan sekadar isapan jempol. Sebelumnya, dirinya pernah ditawari untuk menerima uang gedok APBD 2006 sebesar Rp 10 juta per orang.

"Saya tidak tahu, itu uang apa. Yang jelas, saya disuruh mengambil di ruang Sekretaris DPRD (Sekwan). Dulu, waktu penggedokan APBD juga ada, nilainya Rp 10 juta per orang, tapi diambil melalui fraksi," beber legislator PKS dari dapil Waru dan Taman itu.

Syarif mengungkapkan, modus pembagian uang gedok tersebut mirip yang dilakukan para anggota DPRD Sidoarjo periode 1999-2004 dalam kasus korupsi anggaran dewan senilai Rp 21,9 miliar.

Setiap anggota diberi informasi untuk menandatangani penerimaan uang, tanpa penjelasan rinci, itu uang apa dan dari mana asalnya. Masing-masing anggota dewan, kata Syarif, mengambil di ruang kerja Sekwan. "Waktu saya tanya itu uang apa, dijawab bukan uang dari anggaran DPRD. Tapi, dikatakan uang dari eksekutif," tuturnya.

Peristiwa serupa, kata Syarif lagi, pernah dia alami di awal-awal menjabat anggota DPRD Sidoarjo periode 2004-2009. Saat itu, menjelang Lebaran. Seluruh anggota dewan, ujarnya, menerima uang dari eksekutif yang tak jelas alokasinya, sebesar Rp 5 juta per orang.

"Waktu itu, saya memang ikut menerima. Tapi, langsung saya kembalikan ke eksekutif melalui Kabag Keuangan Pemkab Bu Nunik Ariyani," ungkap Syarif. "Tanda terima pengembaliannya masih saya simpan. Tapi, yang tanda tangan bukan Bu Nunik sendiri," imbuhnya.

Lalu, bagaimana dengan uang gedok PAK APBD 2006 dan uang gedok APBD 2006 tersebut? "Saya dan rekan saya dari PKS sepakat untuk menolak. Sampai sekarang, kami tidak mengambil uang itu," tegas Syarif, sembari menyebut nama Helmi Musa sebagai satu-satunya rekan dari PKS.

Terpisah, Helmi melontarkan ketegasan serupa. "Kami bingung. Sebab, nggak ada penjelasan itu (uang gedok, Red) uang apa. Makanya, kami berdua sepakat menolak," tandas legislator PKS dari dapil Candi dan Sidoarjo Kota itu. (sat)

Gedok PAK, Rp 5 Juta Per Orang

Sabtu, 28 Okt 2006
SIDOARJO - Jawa Pos. Dampak luapan lumpur Lapindo dan Lebaran benar-benar telah mengalihkan perhatian publik terhadap polah anggota DPRD Sidoarjo. Para anggota dewan itu seakan lepas dari sorotan sehingga bebas berulah.

Belum lama ini mereka telah bancakan uang yang ditengarai sebagai uang gedok PAK (Perubahan Anggaran dan Kegiatan) APBD 2006. Peristiwanya berlangsung sehari sebelum penggedokan PAK yang dilaksanakan Jumat pekan lalu (20/10).

Itu terungkap dari penuturan seorang pegawai Sekretariat DPRD (Setwan) Sidoarjo yang minta identitasnya dirahasiakan. "Saya lihat, uangnya dibagi Kamis (19/10). Satu orang dapat Rp 5 jutaan. Nggak jelas uang apa, mungkin uang gedok PAK," bebernya.

Sumber itu menambahkan, modus pembagian uang tersebut mirip yang dilakukan Utsman Ihsan, mantan ketua DPRD Sidoarjo (1999-2004), dalam kasus korupsi anggaran dewan senilai Rp 21,9 miliar.

Setiap anggota dewan diberi tahu ada jatah uang dari ketua dewan. Tanpa ada penjelasan terinci, itu uang apa dan berasal dari mana. "Setelah diberi tahu ada uang dari ketua dewan, masing-masing anggota dewan mengambil jatahnya di bagian keuangan sekretariat dewan," tutur sumber tersebut.

Tak hanya itu, anggota dewan yang juga duduk sebagai anggota panggar (panitia anggaran) dan panmus (panitia musyawarah) mendapatkan jatah tambahan tersendiri. Namun, tak diketahui berapa nominalnya.

"Saya nggak tahu berapa yang mereka terima. Sebab, mereka mengambil di ruangan wakil ketua dewan, Pak Jalaluddin Alham," imbuhnya.

Sayang, sulit untuk menyelidiki apakah yang dilakukan para anggota dewan itu termasuk praktik korupsi atau bukan. Sebab, para anggota dewan itu segera menghapus jejak. "Struk bukti pembayaran uang yang mereka terima langsung disobek," beber sumber di setwan itu.

Kepada sejumlah wartawan, seorang anggota DPRD Sidoarjo periode 2004-2009 mengakui telah menerima uang gedok PAK itu dari Ketua Dewan Arly Fauzi. "Yang saya terima cuma Rp 5 juta. Terus dapat tambahan Rp 1 juta dari Pak Arly sebelum Lebaran," tuturnya.

Namun, Arly membantah semua isu miring itu. Walaupun dia mengakui telah bagi-bagi uang sehari sebelum penggedokan PAK. Demikian pula yang dikatakan Jalaluddin Alham. "Kalau saya bagi-bagi duit, itu uang dari mana. Nggak benar itu. Saya cuma bagi-bagi kain bahan untuk baju Lebaran. Semua anggota dewan dapat, termasuk pegawai dan staf setwan," elaknya. (sat)

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger