Wednesday, March 29, 2006

Perda Miras (1)


Pertemuan antara bupati, tokoh masyarakat, ulama, dan legislatif di Pendopo, beberapa hari yang lalu terungkap seluruh pihak yang hadir setuju untuk menutup pabrik miras PT GMSR di jatirejo, Porong.

Ada yang menarik dalam pertemuan tersebut yaitu tuntutan para ulama ternyata bukan hanya menginginkan pabrik miras ini ditutup, tetapi mereka menginginkan agar Sidoarjo sebagai kota santri harus bebas dari minuman keras sekarang dan akan datang, untuk itu pemerintah dan legislative harus segera mengeluarkan perda miras untuk melindungi generasi muda dari dampak miras yang sangat merugikan.

Pertanyaan berikutnya adalah bagaimana menggolkan perda miras? Pintu inisiatif dalam UU 10/2004 tentang Proses Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan bisa melalui pemerintah daerah maupun DPRD. Pemerintah dalam hal ini bupati juga menyetujui pentingnya perda miras di Sidoarjo agar segera direalisasikan bahkan beliau menginginkan agar digandengkan sekalian dengan narkoba sehingga menjadi perda pelarangan miras dan narkoba.

Sementara itu, inisiatif dari DPRD dalam hal ini menjadi leading sektor komisi A, karena sampai sekarang badan (baleg) yang khusus menangani perda ini belum ada. Beberapa perbincangan mengenai perda miras di komisi A, seluruh anggota komisi setuju agar perda ini segera direspon. Ali Fauzan, ketua komisi A mengatakan ”akan segera mengagendakan inisiatif perda miras ini”.

Catatan perda miras hasil kunjungan dari pemkot Tangerang, Sistematika perda TENTANG PELARANGAN PENGEDARAN DAN PENJUALAN MINUMAN BERALKOHOL kota tangerang, sebagai berikut:

Bab I. KETENTUAN UMUM
Bab II. PENGGOLONGAN MINUMAN BERALKOHOL
Bab III. PENGEDARAN, PENJUALAN DAN PENGGUNAAN
Bab IV. PENYITAAN DAN PEMUSNAHAN
Bab V. PENGENDALIAN
BAB VI PERAN SERTA MASYARAKAT
Bab VII KETENTUAN PIDANA
Bab VIII P E N Y I D I K A N
Bab IX KETENTUAN PERALIHAN
Bab X KETENTUAN PENUTUP

Tuesday, March 21, 2006

Pabrik Miras Langgar Ketentuan

Surya, 21 Maret 2006
DPRD Usul Izinnya Ditinjau Ulang
Sidoarjo, Surya - Komisi A DPRD mendesak Bupati Win Sidoarjo supaya meminta Departemen Perindustrian meninjau ulang izinnya untuk pabrik minuman keras (miras) PT Gunungmas Santosoraya di Desa Jatirejo, Porong. Desakan itu mengacu fakta bahwa PT Gunungmas melanggar ketentuan dasar Keputusan Menperindag No 359/MPP/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Produksi Miras. "Banyak kewajiban yang telah dilanggar sehingga bupati harus minta peninjauan ulang terhadap pemberian izinnya. Langkah seperti ini yang sudah berhasil di Bekasi tahun 2003 lalu," kata Sekretaris Komisi A DPRD Helmi Musa, kepada Surya, Senin (20/3).
Politisi PKS ini berani memastikan PT GS melanggar Keputusan Menperindag setelah meninjau lokasi pabrik miras bersama Ketua Komisi A Ali Fauzan dan sejumlah anggotanya, kemarin. Menurut Helmi, PT GS tidak mematuhi Pasal 6 ayat 2, yakni soal kewajiban menerapkan proses fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi dalam proses produksinya. Seperti diketahui, fermentasi merupakan proses peragian, sedangkan destilasi adalah proses pemisahan cairan dengan menggunakan titik didih. Proses ini memengaruhi higienitas sebuah produk minuman. "Ternyata, seperti diakui pemiliknya tadi (juragan PT GS, Sudiono Aliwijoyo, Red), tidak ada proses fermentasi dan destilasi. Dia tinggal membeli ethanol atau alkohol dari Lawang," papar Helmi.
Aliwijoyo sempat berkilah, "Seluruh Indonesia punya pabrik miras, tidak ada yang punya fermentasi sendiri." Bagi Helmi, fakta ini cukup kuat dijadikan alasan untuk meninjau ulang izin PT GS. Sebab, sesuai Pasal 8 ayat 2, jika perusahaan miras sudah melaksanakan fermentasi dan atau destilasi, tidak wajib memperbarui izinnya tapi cukup membuat laporan tertulis. Helmi kemudian menyodorkan pelanggaran kedua PT GS, yakni produksinya yang melampaui ketentuan kepmen tadi. "Seharusnya 323.400 liter per tahun atau 889 liter per hari tapi kenyataannya, menurut karyawan yang saya tanyai, di sana sampai 2500 per hari," tutur Helmi. Tapi Aliwijoyo punya alasan lain. Menurut dia, produksinya antara 500-600 karton per bulan. Tiap karton berisi 12 botol dan tiap botol berisi satu liter. Jika pengakuan Aliwijoyo benar, berarti produksinya hanya antara 200-240 liter per hari. "Masalah ini akan kami lanjutkan dengan mengundang dinas-dinas terkait, besok (hari ini, Red)," kata Ketua Komisi A Ali Fauzan. Wakil Ketua Komisi A, Iswahyudi, menambahkan, produksi miras PT GS juga perlu diwaspadai karena sebagian menggunakan botol-botol bekas. "Dia beli botol-botol bekas dari pemasok dalam keadaan bersih. Katanya begitu," ujar Iswahyudi. Sementara itu, Bupati Win Hendrarso juga mengundang para tokoh masyarakat dan ulama untuk membahas pabrik miras tersebut, Selasa (21/3) hari ini. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sidoarjo, Usman Bahri, ketika ditemui wartawan kemarin juga baru saja menerima surat undangan itu. Namun, Usman mengaku tidak akan mengeluarkan fatwa kecuali sekadar tausiyah atau nasehat. "MUI memandang belum perlu mengeluarkan fatwa karena masih ada jalan lain. Tapi, MUI ingin produksi miras itu ditutup. Teruskan saja usaha mie kering dan sirupnya," ujar Usman yang mengakui baru saja didatangi Aliwijoyo. (yul)

Tak Punya Alat Fermentasi


Jawa Pos, Selasa, 21 Mar 2006

Hasil Sidak DPRD ke Pabrik Miras SIDOARJO
Sorotan terhadap pabrik miras PT Gunungmas Santosaraya (GMSR) tetap tajam. Kemarin, Komisi A DPRD Sidoarjo pimpinan A. Ali Fauzan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke pabrik di Desa Jatirejo, Porong, Sidoarjo, itu. Hasilnya, komisi A menemukan pelanggaran yang cukup serius untuk pabrik miras sekelas PT GMSR. "Pabrik ini menyalahi syarat pendirian pabrik miras seperti yang diatur dalam Keputusan Menperindag (Kepmenperindag) Nomor 359 Tahun 1997," kata Helmi, anggota komisi A.
Kader PKS itu menjelaskan, syarat yang tidak dipenuhi PT GMSR menyangkut alat fermentasi dan distilasi. Menurut Kepmenperindag itu, kata Helmi, setiap pabrik miras harus mengolah produknya dari bahan alkohol hasil proses fermentasi. Bukan dengan cara mengencerkan alkohol hasil industri, kemudian mencampurnya dengan bahan-bahan lain. "Itu bisa jadi pintu pembuka bagi pemkab untuk meninjau kembali izin produksi PT GMSR," ujar Helmi."Itu sesuai dengan PP (peraturan pemerintah) Nomor 13 Tahun 1995. Bagi setiap perusahaan yang tidak memenuhi syarat, izin produksinya bisa dicabut," imbuh legislator dari dapil satu (Sidoarjo dan Candi) tersebut.
Ketika dikonfirmasi, PT GMSR tak dapat menunjukkan lokasi alat fermentasi dan distilasi tersebut di lingkungan pabriknya. Padahal, dalam denah yang melampiri perpanjangan izin undang-undang gangguan, selalu dicantumkan lokasi alat fermentasi dan distilasi tersebut."Itu berfungsi untuk penguraian etanol. Untuk bahan baku produk (miras), kami membeli etanol dari PT Sumber Kita di Lawang (Kabupaten Malang)," jelas Direktur PT GMSR Sudiono Aliwijaya.
Di bagian lain, Ketua MUI (Majelis Ulama Indonesia) Sidoarjo KH Usman Bahri menegaskan, pihaknya tetap tidak akan mengeluarkan fatwa untuk menghentikan kegiatan PT GMSR memproduksi miras. Pertimbangannya, cukup dengan sistem hukum yang berlaku, aparat berwenang mampu menghentikan kegiatan PT GMSR."Tapi, waktu (Direktur PT GMSR) Sudiono bertandang ke rumah saya, saya sudah memberikan tausiah (nasihat) kepada dia agar produk mirasnya tidak diedarkan di Sidoarjo dan di Jatim. Dia sudah sanggup," ungkapnya. (sat)

Wednesday, March 08, 2006

Sumber Air Baru bagi masyarakat Sidoarjo

Kunjungan Lapangan, Sidoarjo 7 maret 2006
Revisi UU Otonomi daerah tetap memberikan sinyal positif untuk terus mengembangkan kerjasama antar daerah, sebagaimana yang dimuat dalam UU otonomi daerah sebelumnya UU 22/1999. Kelebihan sumber daya yang ada di suatu daerah bisa jadi menjadi kebutuhan di daerah lain, mempertemukan antara kedua keadaaan ini akan berujung pada kerjasama antar daerah

Inilah yang coba dilakaukan oleh pemkab kabupaten Malang dengan pemkab kabupaten Sidoarjo, khususnya pada penyiapan kebutuhan air bersih masyarakat. Disatu sisi kabupaten Malang memiliki potensi sumber air yang berlebih sementara di Sidoarjo, pemerintah baru bisa menyiapkan kebutuhan air bersih ini sebesar 24% dari seluruh kebutuhan air masyarakat.

Keadaan ini mendorong pemerintah sidoarjo untuk menjajaki kerjasama dengan kabupaten Malang dalam rangka pemenuhan kebutuhan air bersih. Upaya awal yang dilakukan adalah kunjungan lapangan sumber air yang berlokasi di desa Krabyakan, Lawang kabupaten Malang baik oleh bupati sidoarjo yang telah 2 kali melakukan kunjungan maupun dewan sidoarjo pada hari ini.

Perwakilan DPRD Sidoarjo pimpinan Jalaludin Alham, beberapa anggota komisi komisi A dan B telah melakukan kunjungan ke sumber air ini dan diterima oleh pemerintah kabupaten Malang serta wakil ketua DPRD kabupaten Malang.

Beberapa kendala yang tercatat dalam kunjungan lapangan ini adalah:
  1. Di daerah sumber air ada pabrik pengelola limbah etanol untuk dijadikan pupuk organik. Limbah pabrik ini memang padat, namun pabrik ini mengeluarkan kepulan asap yang cukup tebal. Hal ini nantinya dikhawatirkan akan adanya pencemaran pada sumber air khususnya pada saat musim hujan, dimana kepulan asap ini akan turun setelah terkena oleh butir-butir air hujan dan jatuh di sumber air.
  2. Harga perliter yang ditawarkan masih terlalu mahal yaitu sebesar 2500 per liter, dengan biaya investasi mencapai 300 milyar, kalaupun memang belum dibicarakan model kerjasama yang akan dilakukan. Harga ini diperoleh dari hasil studi kelayakan yang dilakukan oleh konsultan teknik pemda kabupaten Malang.

Status desa Sumput

Pemerintahan desa, Sidoarjo
Prokontra mengenai status desa sumput berlangsung sejak tahun 1999, walaupun pemerintah telah mengeluarkan surat keputusan gubernur tentang status desa sumput karena sejak 15 Nopember 1999 pemerintah (gubernur) telah menetapkan status desa sumput menjadi kelurahan namun dalam praktek pelaksanaan pemerintahan yang berlangsung di desa sumput hingga sekarang dengan menggunakan sistim desa, bukan kelurahan.

Prokontra dimasyarakat ini mengundang perangkat desa untuk melakukan jajak pendapat pada tahun 2001 dengan tujuan melihat keinginan masyarakat sumput tentang status desa mereka. Hasil jajak pendapat ini menunjukkkan masyakat sumput menghendaki status kelurahan lebih besar dari desa dengan selisih 4 suara.

Melihat perbedaan suara yang kecil ini, pemerintah kebupaten meminta untuk mengadakan jajak pendapat ke dua dengan melibatkan 2102 warga. Hasil jajak pendapat ini menunjukkan 1731 orang menghendaki status desa, sementara 366 orang dan suara tidak sah 5 orang.

Data ini terkuak ketika hearing antara komisi A dengan perangkat desa sumput, BPD, tokoh masyarakat, lembaga-lembaga desa lainnya, mereka menuntut agar pemerintah segara memberikan status yang tetap pada desa mereka.

Pengalihan status (alih status) ini sebagaimana yang ditetapkan dalam perda pemerintahan desa No..../2001 mendapatkan persetujuan dari DPRD.

Thursday, March 02, 2006

PT Puri Candi Indah sebaiknya mengubah Site Plan

Kendala utama dalam ruislag TKD dengan puskesmas kecamatan Candi yang diusul oleh PT. Puri Candi Indah adalah letak puskesmas yang berdekatan dengan rel Kereta Api. Hal ini dapat berakibat kurang baik bagi pasien/penderita.

Sesuai dengan Site plan yang telah diajukan bahwa rencana keberadaan Puskesmas pengganti yang akan dibangun berada di Sebelah Barat Kecamatan dengan radius dari rel Kereta Api kurang lebih 15 m, dan disebelah Timur akan dibangun oleh Pihak Pengembang pertokoan yang bertujuan agar dapat lebih meningkatkan perekonomian daerah sekitar

Agar bangunan Puskesmas pengganti lebih representatif dan memenuhi ketentuan, seharusnya pihak pengembang mengganti kompleks pertokoan yang rencana awal sesuai site plan di bangun berdampingan kantor kecamatan diganti dengan bangunan puskesmas pengganti. Dengan sendirinya puskesmas baru ini akan lebih dekat dengan akses jalan raya dan lebih jauh dari kebisingan kereta api.

Wednesday, March 01, 2006

PKS SIDOARJO gelar pelatihan manajemen strategik I


ahad, 26 Februari 2006, pks kp
”Ubah Paradigma Bagaimana Lebih Profesional Melayani Umat”
Muswil I DPW PKS Jatim telah berlalu. PKS Sidoarjo lewat bidang pembinaan organisasi menyongsong hasil muswil tersebut dengan menggelar acara perdana yaitu pelatihan manajemen strategik I. Pelatihan yang digelar Minggu (26/2) di aula Bappekab Sidoarjo ini diikuti sekitar 75 orang dari struktur DPC PKS Sidoarjo dan seluruh wajihah binaan. Menurut Ketua Panitia Ir.Baharuddin, tujuan dari pelatihan menajemen strategik I ini agar peserta memiliki paradigma baru bagaimana mengkokohkan partai dalam melayani umat. Seluruh peserta yang hadir, tambah Bahar, diharapkan dapat berfikir lebih strategik dalam menghadapi masalah-masalah yang timbul dalam aktivitas organisasi. Kemudian menerapkan hasil-hasil pelatihan kepada struktur masing-masing DPC di setiap kecamatan. Akhirnya diteruskan ke DPRa di level Kelurahan. ”Jika konsep ini berjalan, maka soliditas internal akan meningkat,” ujar Bahar.
Target 3 besar pada pemilu 2009 di Sidoarjo, lanjut Bahar, harus dijiwai semua kader dan simpatisan. Sedini mungkin mereka memahami target bersama ini, maka akan banyak yang ikut berpartisipasi menyukseskan target tersebut sejak dari sekarang.
”Materi pelatihan yang diberikan ada empat sessie,” imbuh Bahar. Sessie pertama membahas pentingnya manajemen strategik dalam suatu organisasi dan tahapan manajemen strategik. Menurut narasumber TA. Fadlilah, diantara tahapan manajemen strategik adalah identifikasi masalah, pengelompokkan masalah, proses abstraksi, menentukan cara memecahkan masalah dan perencanaan untuk implementasi. Sessie kedua, menelaah materi bagaimana membuat visi, misi, tujuan, dan sasaran dengan manajemen strategik. Sessie ketiga membahas goal setting dan strategi pencapaian target yaitu bagaimana menyusun strategi dalam mencapai sasaran dan target dakwah. Terakhir, workshop berupa pemaparan studi kasus penerapan manajemen strategik dalam masalah-masalah dakwah.Menurut Bahar, pelatihan manajemen strategik nantinya tidak hanya digelar sekali saja. Namun akan digelar secara berkala dengan peserta yang lebih banyak.(arie)

Menanti Good Will Bupati dan Kemurahan Legislatif

Hari ini terakhir (24 januari 2006) pembahasan angggaran di komisi-komisi, selanjutnya akan di lanjutkan di panggar setelah Rapat paripurna II (30 januari 2006) semua fraksi menyampaiakan Pandangan Umum terhadap nota RAPBD yang disampaikan bupati pada .paripurna I17 Januari 2006 yang lalu. Pembahasan yang dilakukan dikomisi-komisi dengan mengundang mitra-mitra kerja memberikan out put rekomendasi tertulis kepada panitia anggaran untuk membahas draft APBD 2006 bersama tim anggaran eksekutif (8-16 februari 2006) dengan pembahasan yang lebih menyeluruh.

Pembahasan anggaran harus memberikan dampak kepada perubahan draft APBD 2006 dengan mengalihkan beberapa angggaran yang berlebih pada pos-pos tertentu kepada pos-pos yang mendesak dengan anggaran yang tidak memadai, Karena : Konsistensi anggaran (AKU dan RAPBD) dan perlu pengalihan beberapa pos anggaran. Beberapa pos yang yang perlu diperhatikan untuk dicermati dan perlu di alihkan ke pos yang lebih mendesak adalah sbb: Makan Minum, Perjalanan Dinas, Bahan habis pakai, Honorarium, Jasa pihak ketiga. Belanja-belanja ini dalam RAPBD ini perlu dicermati secara lebih berhati-hati untuk menganalisis dan menilai kelayakannya. Karena banyak ditemukan hal-hal yang sulit atau bahkan tidak mungkin menilai kewajarannya
Ada kehawatiran peningkatan APBD dari 2005 ke 2006, yang cukup lumayan signifikan (dari 635 M menjadi 814 M) hanya habis dialokasikan pada pos-pos diatas yang sebagian besarnya kepada belanja aparatur.

Anggaran makan minum
Anggaran makan minum dari tahun ketahun terus meningkat, pada tahun 2006 ini anggaran ini mencapai 10,031,629,590 (10 M lebih) dalam setahun. Kalau di hitung harian anggaran makan minum di Sidoarjo menghabiskan anggaran sebesar Rp 40.287.666. Angka memang kecil bagi orang berduit, tapi kalau kita bandingkan dengan biaya bantuan uang pada dinas kesejateraan sosial yang besarnya 34 juta pertahun, angka makan minum ini menjadi perlu direvisi (dirasionalisasi).
Rasionalisasi anggran pada pos ini, sangat memerlukan good will dari bupati, karena harga makan minum ini dibuat oleh masing-masing unit kerja berdasarkan SK bupati. Harapan kita adalah agar masalah ini menjadi perhatian serius bupati untuk lebih mengintensifkan pengawasan pada unit kerja yang ada di bawahnya.
Saya yakin, kalau bupati mengetahu anggaran ini, beliau sebagai bupati yang dipilih rakyat, bisa segera melakukan revisi terhadap SK Bupati tentang satuan harga makan mnum di pemkab sidarjo dan saya yakin bupati bisa melakukan itu dalam rangka proporsionalitas anggaran, penyesuaian dengan Surat Edaran Mendagri No. 903/2429/SJ tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2006 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Tahun Anggaran 2005, serta konsistensi anggaran dengan AKU APBD 2006.
Revisi SK ini memberika dampak signifikan kepada keuangan di sidoarjo, misalnya bupati bersedia mengurangi harga satuan makan minum ini sebesar 10% saja, uang yang bisa dialihkan sebesar kurang lebih 1 miliar. Angka ini setengah dari anggaran gakin dalam APBD 2006 yaitu sebesar 2 M. Apalagi kalau mau lebih besar dari itu. Sekali lagi, saya yakin bupati bisa melakukan hal itu.

Secara umum di 11 unit kerja ini, mengalami peningkatan signifikan, kecuali di satpol PP mengalami penurunan. Yang paling mencolok adalah peningkatan pada dinas pariwisata mencapai hampir Rp 400 juta. Menyusul badan kepegawaian daerah, sekertariat dewan, dan dinas pendidikan.
Sekertariat dewan menjadi barometer kerja tim Panggar, kalau anggaran ini tidak berubah jangan berharap pada satuan unit kerja lain juga akan berubah. Saya sangat yakin teman-teman di panggar sangat bisa memahami masalah ini. Anggarannya cukup besar 1,4 M sebelumnya hanya 72 juta. Meningkat 50% dari anggaran sebelumnya, apalagi kasus nasi kotak yang basi kemarin di komisi C bisa menguatkan masalah ini.
Teman-teman panggar harus bisa memberikan penjelasan kepada dewan yang lain dan masyarakat sidoarjo kalau angka ini diakhir pembahasan ternyata tidak ada perubahan. Kita tidak ingin melakukan pengeprasan, tapi yang kita lakukan adalah penyesuaian anggaran dengan mengalihkan ke pos-pos yang lebih mendesak dan bersentuhan langsung dengan masyarakat. Apalagi kondisi sosial masyarakat kita sekarang tidak kondusif dengan naiknya BBM, rendahnya KHM, dan sebetar lagi pemerintah akan menaikkan harga TDL (tariff Dasar Listrik).
Pos Perjalanan Dinas
Tambahan perjalan dinas untuk tahun 2006 juga menunjukkan angka fantastis, sebesar 14 M. Biaya ini terdistribusi ke 2 jenis anggaran yaitu BAU (biaya Administrasi Umum yang merupakan biaya tidak langsung dan BOP(biaya operasional da pemeliharaan). biaya yang berkaitan dengan kegiatan disuatu dinas/badan/kantor. BAU perjalan dinas untuk tahun 2006 ini 3,615,692,380 M (3 M) dan BOP 10,668,846,720 (14 M).
Persentase kenaikan yang paling signifikan adalah pada unit kerja 3 (dinas pariwisata kebudayaan, pemuda dan olah raga) sebesar 680,71%. Disusul unit kerja 1 (sekertariat DPRD), 2 (dinas kesehatan), 6 (badan Kepegawaian) dstnya.
Komponen untuk biaya perjalanan dinas yang tertera dalam RAPBD, diperuntukkkan untuk biaya perjalan dinas dalam daerah, perjalanan dinas luar daerah serta uang bantuan transport.

Pembahasan APBD Salahi Prosedur

Sabtu, 21 Jan 2006, Jawa Pos
Kerja Pansus AKU Sia-Sia
PEMBAHASAN draf RAPBD 2006 Sidoarjo dinilai menyalahi prosedur. RAPBD dibahas tanpa mengindahkan perubahan arah kebijakan umum (AKU). Padahal, RAPBD 2006 seharusnya justru mengacu pada AKU yang telah disahkan dewan. Kerja Pansus AKU jadi sia-sia. Hal itu diungkapkan Sekretaris Komisi A DPRD Sidoarjo Helmy Musa. Dia menyatakan, draf RAPBD 2006 tidak mengindahkan AKU, sehingga melanggar prosedur pembahasan rencana anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) yang lazim seperti aturan perundang-undangan. "Seharusnya dewan mengembalikan draf itu dan tidak membahasnya dulu," kata anggota dewan asal PKS tersebut. Menurut dia, penyerahan draf RAPBD sengaja dilakukan sebelum AKU disetujui. Ketika AKU sudah digedok dengan banyak perubahan mendasar, tim anggaran eksekutif maupun panitia anggaran dewan tidak mengindahkan perubahan signifikan itu. Pada 17 Januari lalu, draf RAPBD diserahkan tanpa mengubah arah kebijakan seperti dalam AKU. "Pembahasan AKU dengan membentuk pansus dan menghabiskan biaya banyak ternyata formalitas belaka. Hasilnya tidak digunakan," tegasnya.Helmy menyatakan, AKU dan APBD merupakan kontrak kerja antara eksekutif dan legislatif selama lima tahun ke depan. Apalagi, perubahan AKU yang harus diikuti perubahan draf APBD cukup mendasar serta signifikan. Dia mencontohkan, target pendapatan asli daerah (PAD) dalam AKU sudah berubah menjadi 15 persen. Tapi, dalam draf RAPBD 2006 masih 6,7 persen. Pos alokasi anggaran untuk pemberdayaan UKM di RAPBD 3,41 persen sudah berubah di AKU menjadi 6 persen sebagai hasil keprasan terhadap pos peningkatan kapasitas kelembagaan serta aparatur. Sekkab Rochani yang juga ketua tim anggaran eksekutif mengakui adanya kesalahan prosedur tersebut. Namun, dia menyatakan bahwa pembahasan RAPBD tetap bisa diteruskan. Perubahan AKU bisa dilakukan sambil jalan. Dia juga menyatakan bahwa model loncat-loncat tersebut bukan kesalahan daerah. Itu merupakan kesalahan pusat yang selalu berubah-ubah dalam membuat aturan. "Yang salah pusat," tegasnya. (roz)

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger