Wednesday, May 07, 2008

Dewan Kecewa, APBD 2007 Tak Terserap Rp 214 M


Kota-RADAR SURABAYA. DPRD Sidoarjo kecewa berat kepada eksekutif. Pasalnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2007 yang tidka terserap mencapai Rp 214 milyar. Hal itu terungkap dari Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) bupati tahun anggaran 2007.

Sekertaris komisi A DPRD Sidoarjo Helmi Musa mengatakan, banyakanya sisa anggaran ini membuktikan jika perencanaan yan di buat eksekutif kurang matang. Yang lebih memprihatinkan, ternyata sisa anggaran tersebut didominasi dinas yang notabene dinas pelayan, seperti Dina Kesehatan (Dinkes) dan RSUD Sidoarjo. Di Dinkes misalnya, ada dana sisa anggaran RP 1.788.561.709. sedang RSUD Rp 6.089.872.062. kata helmi musa kepada Radar Surabaya, Selasa (6/5) kemarin.

Banyaknya sisai anggaran ini akan menjadi tantangan berat bagi sekda Vin Rudi Muntiawan yang baru sehari menjabat menggantikan M Ruchani. Sebab sisa anggaran 2007 senilai Rp 214 milyar terlalu tinggi dan mencapai 20% dari anggaran Rp 1,02 Triliun. Junlah sisa anggaran 214 M meruakan gabungan dari 12 dinas.

wakil ketua DPRD sidoarjo Jalaludin Alham menambahkan, selain menyayangkan sisa anggaran 214 M, dewan juga mempertanyakan kenapa eksekutif hanya menyerahkan LPKJ, tidak menyertakan perhitungan APBD 2007. Kami mengusulkan perlu di bentuk tim auditor sebagai penyeimbang perhitungan yang dilakukan eksekutif," katanya.

Sementara itu, Bupati Sidoarjo Win Hendrarso mengatakan, sisa anggaran 2007 memang Rp 214 M. Jumlah itu berasal dari sisa nilai proyek lelang yang terakumulasi. Besarnya sisa anggaran itu juga diakui karena tahun 2007 lalu tidak ada mekanisme perubahan anggaran keuangan (PAK). "Sehingga dana tidak bisa dialihkan untuk program lain dan menumpuk sampai akhir tahun. Ini tentunya beda jika ada mekanisme PAK," kata Win.

Meski begitu, ia mengakui jika sisa anggaran itu juga berasal dari program yang tidak terserap. Untuk itu pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap satuan kerja memiliki sisa anggaran.

Dalam LKPJ Bupati yang di bacakan Wakil Bupati Sidoarjo Saifu Ilah di rapat paripurna, juga dijelaskan tentang raperda urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah pemerintah, raperda organisasi perangkat daerah serta raperda tata ruang wilayah kabupaten Sidoarjo periode 2008-2028. (rud)

Dewan Ancam Tak Sahkan LKPj

Rabu, 07 Mei 2008-Jawa Pos
Sisa Anggaran Rp 214 Miliar

SIDOARJO - Pembahasan laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPj) bupati tahun anggaran 2007 berpotensi masalah. Sebab, raperda perhitungan APBD 2007 tidak diserahkan bersamaan dengan draf LKPj. Padahal, perhitungan keuangan itu sangat penting untuk menilai kinerja pemerintahan Bupati Win Hendrarso dan jajarannya selama 2007.

Menurut Wakil Ketua DPRD Sidoarjo Jalaluddin Alham, seharusnya raperda perhitungan APBD 2007 itu diserahkan bersamaan dengan draf LKPj. Alasan eksekutif, draf raperda tersebut masih diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Karena itu, Jalaluddin menyatakan dewan mungkin tidak akan menuntaskan pembahasan LKPj sampai draf raperda APBD 2007 diserahkan. "Draf itu harus ada dulu. Kami akan menunggu," kata anggota dewan asal Partai Demokrat tersebut setelah rapat paripurna pembacaan draf LKPj di gedung DPRD kemarin (6/5). Dia juga akan melibatkan konsultan dari auditor independen untuk ikut membahas nota perhitungan APBD.

Ketua DPRD Sidoarjo Arly Fauzi menegaskan, sebenarnya tidak ada aturan yang mengharuskan penyerahan LKPj bersamaan dengan raperda perhitungan APBD. Namun, secara logika, hal itu merupakan keharusan. Sebab, jika LKPj dibahas tanpa perhitungan keuangan, sangat mungkin terjadi ketidaksinkronan.

"Kalau ternyata angka di LKPj berbeda dengan di raperda perhitungan APBD, bagaimana pertanggungjawabannya?" kata Arly. Dalam hal itu, lanjut dia, dewan akan bersikap tegas. Jika draf raperda perhitungan keuangan tidak diserahkan, dewan tidak akan mengesahkan LKPj meskipun pembahasan telah selesai. "Kami tidak mau ambil risiko," ujarnya.

Batas penyelesaian pembahasan LKPj dan raperda perhitungan APBD ialah pertengahan Juni mendatang. "Pimpinan fraksi dan komisi sepakat dengan keputusan itu," tegas Arly.

Sementara itu, anggota DPRD asal PKS Helmy Musa menyoroti besarnya sisa anggaran dalam pelaksanaan APBD 2007. Dia menyatakan sangat kecewa karena sisa lebih perhitungan anggaran mencapai Rp 214 miliar atau sekitar 20 persen anggaran. Banyak satuan kerja pemerintah daerah (SKPD) yang tidak mampu menggunakan anggaran dengan baik. "Sisa 20 persen itu terlalu tinggi dan menunjukkan perencanaan pemerintah tidak baik," ujarnya.

Helmy juga menyinggung pendapatan dari pelayanan kesehatan masyarakat yang nilainya cukup tinggi. "Pemerintah daerah masih mengharapkan pendapatan yang tinggi pada bidang kesehatan," tutur dia. Padahal, pelayanan kesehatan merupakan sektor dasar yang wajib diberikan oleh pemerintah, bukan penghasil pendapatan. (nuq/roz)



Thursday, March 13, 2008

Pungli Pembuatan KTP

THURSDAY, 13 MARCH 2008
Sidoarjo - Surya-Pembuatan KTP dan akte kelahiran gratis yang dicanangkan Bupati Win Hendrarso pada 31 Januari lalu, ternyata tidak mendapat dukungan dari pejabat di tingkat bawah. Terbukti, untuk mengurus pembuatan KTP atau akte kelahiran, warga masih dikenai pungutan liar yang dikemas dengan istilah “Sumbangan Sukarela” dengan menyediakan kaleng.
Selain itu, ada juga perangkat yang minta agar uangnya diselipkan diantara berkas persyaratan pengurusan KTP, dengan dalih agar prosesnya licin dan lekas tuntas.

Hal itu, diungkapkan Sekretaris Komisi A Helmi Musa, setelah pihaknya melakukan sidak sidak di sejumlah kecamatan. Kondisi ini, ternyata sinkron dengan pengaduan yang disampaikan masyarakat melalui SMS ke nomor hotline komisi A sebanyak 52 aduan. “Juga ada petugas yang menarik ongkos Rp 7.500 untuk pemotretan, ini persis dengan laporan warga melalui SMS,” ujar Helmi Musa.

Dari hasil sidak, Komisi A juga menilai belum adanya komitmen pegawai kecamatan untuk menggratiskan KTP. Serta kurangnya dukungan piranti, seperti komputer dan kamera untuk mendukung program KTP gratis. “Tak sedikit yang menganggap KTP gratis sebulan. Kesimpulan kami, sosialisasi kurang maksimal,” urai Helmi.

Komisi A merekomendasikan, agar informasi KTP gratis disampaikan secara aktif; masa transisi antara kebijakan dan implementasi jangan berlangsung dalam jangka waktu yang lama, serta akan mendesak pimpinan dewan agar merevisi SK 55 tentang Pemberian Wewenang dari bupati kepada camat. tja

Wednesday, February 13, 2008

KTP Gratis Harus Bayar

WEDNESDAY, 13 FEBRUARY 2008
SIDOARJO - SURYA - Kebijakan Bupati Sidoarjo membebaskan warganya dari segala biaya pengurusan KTP dan akte kelahiran, ternyata tidak mendapat dukungan dari oknum pegawai di tingkat kecamatan hingga kelurahan. Meski sudah diresmikan dan menjadi 'hadiah' hari jadi Kabupaten Sidoarjo pada 31 Januari lalu, hingga kini masih banyak warga yang harus merogoh kantongnya untuk membayar ongkos administrasi saat mengurus KTP atau akte kelahiran.

Kenyataan ini terungkap dari banyaknya SMS yang dikirim ke nomor pengaduan 085648394124, yang dibuka Komisi A DPRD Sidoarjo untuk memonitor pelaksanaan KTP dan akta kelahiran gratis. Sebagian besar SMS yang masuk, mempertanyakan kebenaran kebijakan Bupati Sidoarjo yang menggratiskan biaya pengurusan KTP.

“Bapak-bapak Komisi A, kata Bapak sudah tidak ada biaya, tapi keluarga kami mengurus KTP baru lima orang kena pungutan Rp 300.000,” protes salah seorang warga dari nomor 081331xxxxxx yang mengirim SMS pada Kamis (7/2) lalu. Dia mengaku telah mengurus KTP pada Selasa (5/2).
“KTP gratis betulkah? Krian masih Rp 5000. Bagaimana? Saya buat dua KTP ditarik Rp 10.0000. Apakah uang bisa di minta kembali? Mohon penjelasan,” tanya pemilik nomor 08564xxxxxxx melalui SMS pada Rabu (6/2).

Keluhan mahalnya biaya pengurusan KTP di Kelurahan Ketajen juga disampaikan warga lain lewat SMS yang mengatakan bahwa pegawai kelurahan menarik ongkos Rp 25.000/kepala.
“Kami mengurus 14 Januari 2008, sampai sekarang belum selesai. Mohon tanggapannya. Sementara dana yang kami keluarkan sampai sekarang sudah 90.000. Biaya adminstrasi menyusul, nanti kalau KTP dan KK kalau sudah selesai,” kata warga ini.
Sekretaris Komisi A, Helmi Musa menjelaskan, seluruh SMS yang masuk ke nomor pengaduan itu akan menjadi bahan evaluasi kerja dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil). “Kan ternyata masih banyak yang belum gratis,” kata politisi asal PKS ini.
Tapi ia bisa mahfum jika pelaksanaan program yang baru diluncurkan 31 Januari lalu masih banyak ganjalan di lapangan. Paling tidak, katanya, untuk bisa diketahui secara luas oleh masyarakat, butuh waktu antara 3-4 bulan sejak diluncurkan. Selain itu, ia menyarankan agar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispenduk Capil) membuka nomor hotline pelayanan, selain hotline pengaduan.
Mulyadi, Camat Krian tidak memungkiri jika pelaksanaan KTP gratis itu masih akan terkendala di lapangan. Sebab, hingga kini sistem pengurusan kartu identitas itu masih konvensional, belum diubah. “Selama permohonan KTP masih bisa diselesaikan dengan cara titip, pasti akan keluar uang. Kalau budaya ini bisa dihapus dengan sistem yang mengharuskan pemohon hadir, saya kira baru bisa benar-benar gratis,” kata Mulyadi. tja

Monday, February 04, 2008

Dipungut, Hubungi 085648394124


Senin, 04 Feb 2008, JAWA-POS. SIDOARJO - Komisi A DPRD Sidoarjo tidak melepas begitu saja kebijakan pembebasan retribusi pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) dan akta kelahiran gratis. Komisi bidang hukum dan pemerintahan itu membuka pusat pengaduan untuk antisipasi kemungkinan penyimpangan.

Sekretaris Komisi A Helmy Musa menyatakan kebijakan yang populis itu masih mungkin menyimpang jika pelaksana di lapangan tidak taat pada aturan. Untuk itu, komisi membuka hotline pengaduan. "Kalau masih ada pungutan liar, silakan telepon ke nomor 085648394124," kata Helmy.

Komisi A, tegas legislator asal PKS itu, juga akan memantau ke bawah. Secara periodik akan dilakukan inspeksi mendadak (sidak). "Jika menemukan penyimpangan, kami akan menindak langsung," ujarnya.

Pemkab Sidoarjo resmi menggratiskan biaya pengurusan kartu tanda penduduk (KTP) dan akta kelahiran mulai tahun anggaran 2008. Tapi, kebijakan tersebut hanya dipersembahkan untuk warga negara Indonesia (WNI). Warga negara asing (WNA) tetap harus membayar. Biaya KTP selama ini dipatok Rp 5 ribu. Tapi, di lapangan, biaya itu bisa bengkak sampai Rp 20 ribu. (riq/roz)






Friday, February 01, 2008

Jenasah Korban Lumpur Ditolak Masuk Makam

(Harian Bangsa, 01/02/08). Pemerintah Kabupaten Sidoarjo diharapkan segera memberikan kepastian hukum untuk menghapus retribusi biaya pemakaman bagi korban lumpur yang mengubur jenazah keluarga atau kerabatnya di pemakaman Delta Praloyo. Pasalnya, biaya pemakaman yang dipatok Rp 1,5 juta tersebut sangat berat dirasakan bagi keluarga korban lumpur Lapindo yang kini ngon-trak rumah di luar area dampak semburan lumpur.

Atau Pemkab Sidoarjo harus memberikan surat edaran kepada camat dan kepala desa/kepala lurah yang membolehkan jenazah keluarga korban lumpur bisa dimakamkan di tempat rumah kontrakan didesa mereka tinggal.

Pernyataan itu disampaikan Helmi Musa anggota DPRD Sidoarjo dari Partai Keadilan Sejahtera di kantornya kemarin. Wakil rakyat Sidoarjo termuda ini berkata demikian karena korban lumpur yang kini kontrak rumah dan tersebar di luar kecamatan terdampak lumpur tidak mempunyai KTP (Kartu Tanda Penduduk) di desa rumah kontrakannya. Sehingga bila ada keluarga atau kerabat korban lumpur yang meninggal dunia. Jenazahnya tidak boleh dimakamkan di desa tempat rumah kontrakannya tersebut.

“Kasihan mereka (keluarga korban lumpur yang meninggal) jenazahnya diusung kesana kemari ditolak dimakamkan. Akhirnya dimakamkan di makam Delta Proloyo di Desa Gebang Kecamatan Kota milik Pemkab Sidoarjo. Namun biayanya sebesar Rp 1, 5 juta, ini sangat berat,” kata Helmi anggota Sekretaris Komisi ADPRD Sidoarjo ini.

Penolakan jenazah yang meninggal dari keluarga atau famili korban lumpur ini tidak boleh di makamkan di tempat rumah kontrakan itu sudah ada buktinya. Yang pertama menimpa jenazah Ngatiman salah satu keluarga korban lumpur yang meninggal. Jenazah Ngatiman akhirnya dimakamkan di makam Estate Delta Praloyo dengan membayar biaya pemakaman sebesar Rp 1,5 juta.

“Keluarganya mengadu ke kantor PKS. Dan keluarganya akhirnya mendapat ganti biaya pemakaman dari Wabup Pak Saiful Ilah selaku Pemkab Sidoarjo. Sedangkan ada korban lumpur lagi yang keluarganya meninggal kedua kalinya, kini keluarganya juga menuntut biaya pemakaman untuk diganti,” terang Helmi.

Untuk itu, Helmi minta Pemkab segera memberikan kepastian hukum menggratiskan biaya pemakaman di makam Delta Praloyo. Atau Pemkab memberikan surat edaran dan sosialisasi kepada camat dan kepala desa/kepala lurah agar membolehkan jenazah keluarga lumpur yang rumahnya kontrak dimakamkan di desa mereka.(dar)

Thursday, January 31, 2008

Perumahan. Korban Lumpur Mulai Khawatir

Kompas. Senin, 28 Januari 2008

Sidoarjo, Kompas. Sejumlah korban lumpur lapinda yang telah menandatangani surat kesepakatan pemesanan rumah dengan PT Minarak Lapindo Jaya mulai khawatir dengan tidak segera diungkap dan ditunjukkan lokasi rumah yang ditawarkan Lapindo di Sukodono, Sidoarjo.

“Para korban khawatir karena mekanisme yang dipakai PT Minarak seperti membeli kucing dalam karung,” kata anggota DPRD Sidoarjo dari Partai Keadilan Sejahtera, Helmi, Minggu (27/1), yang mendapatkan pengaduan dari sejumlah korban lumpur.

Dalam mekanisme yang dipakai Lapindo, korban lumpur diminta terlebih dahulu menandatangani surat kesepakatan pemesanan rumah di lokasi yang disediakan lapindo di Kecamatan Sukodon dengan PT Minarak Lapindo Jaya. Sebelum menandatangani kesepakatan itu, korban hanya diperlihatkan maket perumahan beserta brosur yang isinya tipe-tipe rumah berikut harga masing-masing tipe rumah.

Para korban yang menandatangani kesepakatan itu tidak bisa melihat terlebih dahulu lokasi persis perumahan itu, kualitas bangunan rumah, dan fasilitasnya. “Warga sudah sempat menanyakan hal-hal itu ke PT Minarak, tetapi jawabannya tidak membuat mereka puas,” kata Helmi.

Dikatakan, hal-hal itu membuat korban lumpur khawatir dan tidak tenang. “Mereka resah dan takut kalau ternyata memesan rumah tidak layak,” ujarnya.

Apalagi, surat kesepakatan pemesanan rumah yang ditandangani warga hanay dipegang PT Minarak, sedangkan warga tidak memiliki fotokopinya. Warga sempat memintanya ke PT Minarak, tetapi perusahaan menolak dengan alasan tidak jelas.

“Kalau warga tidak memiliki fotokopi form pemesanan rumah itu, bisa saja nanti isi dari form ini diubah dengan menguntungkan PT Minarak,” kata Helmi. Dia telah menyampaikan keresahan korban lumpur itu kepada Panitia Khusus (Pansus) Lumpur DPRD Sidoarjo untuk segera ditindaklanjuti. Pasalnya, sedikitnya 500 korban lumpur telah menandatangani pemesanan rumah itu.

Ketua Pansus lumpur DPRD Sidoarjo Maimun Siroj mengatakan, pansus segera memanggil PT Minarak Lapindo Jaya untuk menjelaskan rumah yang ditawarkan bagi korban lumpur di Sukodono.

Vice President PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabussalla mengatakan, seluruh korban lumpur yang telah menandatangani kesepatakan itu akan ditunjukkan lokasi perumahan di Sukodono pada 9 Februari. Dia menekankan, tidak ada paksaan bagi korban untuk menerima rumah yang ditawarkan Lapindo. Namun, dia menjamin kualitasw perumahan akan sesuai dengan harapan para korban lumpur.

Helmy: Tunda Dulu Dem-deman


(Jawa Pos, 31/01/08. Keinginan DPRD untuk segera mendapat dem-deman mobil dinas (mobdin) harus dipendam dulu. Itulah, setidaknya, pendapat dari Sekretaris Komisi A (pemerintahan) Helmy Musa. Meski pengha-pusan tidak melanggar aturan, Helmy meminta dewan menunggu perda tentang pengelolaan kekayaan daerah digedok.

Menurut dia, permohonan penghapusan kendaraan dinas sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Disebutkan dalam aturan itu, kekayaan negara/daerah yang berusia di atas lima tahun bisa dihapus. Alasannya, di usia tersebut, efektivitas kendaraan untuk melaksanakan tugas berkurang. Akibatnya, kinerja kelembagaan menurun. “Karena itu, penghapusan bisa dilakukan,” kata legislator asal PKS tersebut kemarin (30/1).

Peraturan itu juga ditindaklanjuti dalam Raperda Pengelolaan Kekayaan Daerah. Namun, raperda tersebut masih digodok Pansus DPRD Sidoarjo sehingga ketentuan masih mengacu pada PP No 6 Tahun 2006. “Sidoarjo belum mengesahkan perda tersebut,” ucapnya.

Meski begitu, dia mengimbau penghapusan mobdin dilaksanakan setelah raperda digedok. Tujuannya, tidak terjadi kesalahan dalam pelaksanaannya “Lebih baik ditunda dulu,” katanya. (riq/roz)

Mobdin Didem Jenis Tahun Nopol Pengguna
Honda Accord 2003 W533NP Arly Fauzl
Honda Civic 2003 W 9605 F Pono Subiyanto
Honda Civic 2003 W 9606 F Jalaluddin Alham
Honda Civic 2003 W 9607 F Sumi Harsono
Opel Blazer 2001 W9719G Mobil pool
Taruna 2002 W 514 NP Mobil pool
Taruna 2002 W 515 NP Mobil pool
Avanza 2005 W313NP Ahmad Ali Fauzan
(Rusak berat karena kecelakaan)

700 Bangli Dibongkar

Radar Surabaya. Rabu, 23 Januari 2008

Kota-Radar. Sekitar 700 bangunan liar (bangli yang melanggar sepadan sugai pada tahun ini akan dibongkar. untuk mengawali pembongkaran, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Pemkab Sidoarjo bersama Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) mulai melakukan pembongkaran bangli yang ada di kawasan Jl. Lingkar Timur, Selasa (22/1)

Humas Dinas PU Pengairan M Achron mengatakan, dimulainya pembongkaran bangli dengan harapan agar masyarakat tidak lagi melakukan pembangunan dikawan sepadan sungai. Untuk penertiban, kemarin pihaknya bersama Satpol PP masih melakukan pembongkaran bangunan di atas sempadan Avour Sungai Kemambung, Desa Bluru Kidul, Kecamatan Sidoarjo.

“Secara total sekitar 400 sampai 700 bangunan liar yang ada di Kabupaten Sidoarjo akan kami bongkar. Dengan harapan agar bangli di sepadan sungai jumlahnya tidak terus bertambah,” kata M Achron yang sehari-hari menjabat Kabsubdin Pembangunan DPU Pengairan.

Pembongkaran yang di kawasan avour Semambang yang berlokasi di kawasan Jl. Lingkar Timur tidak hanya dilakukan kemarin saja. Sesuai agenda, pihaknya bersama Satpol PP dan instansi terkait lainnya akan melakukan pembongkaran lagi, Kamis (24/1)

Yang menjadi target sasaran adalah kawasan Avour Sungai Kedunan, Kecamatan Taman. Sebab, di kawasan itu ada sekitar 15 sampai 20 bangli. “Kami sudah memberi tahu dan kalau tidak dibongkar sendiri, kami (DPU Pengairan,red) bersama Satpol PP akan membongkar paksa,” tandasnya.

Menurutnya, 400 samapi 700 bangli di Sidoarjo yang akan dibongkar tersebar di beberapa kecamatan. Namun, yang diprioritaskan masih bangli di kawasan Kecamatan Buduran, Gedangan, Kota Sidoarjo, dan Taman. “Secara bertahap kami akam melakukan secara menyeluruh. Dan kami tidak akan pandang bulu dalam pembongkaran ini,” tegasnya.

Plt Kepala Satpol PP Widyantoro mengatakan, pihaknya sudah siap membongkar bangli. Sesuai prosedur, penertiban dilakukan surat peringatan terlebih dahulu. “Seperti pemilik bangli di Avour Kedungan, kita sudah beri surat pemberitahuan,” kata Widiyantoro.

Sementara itu, rencana pembongkaran mendapatkan respon dari kalangan DPRD Sidoarjo. Helmi Musa, Sekretaris Komisi A DPRD Sidoarjo mengatakan, penertiban harus dilakukan sesuai dengan penegakan perda. Penertiban juga diharapkan tidak hanya dilakukan untuk pelanggar sepadan sungai berupa warung-warung atau bangunan warga saja. Namun, pelanggar dari tingkat perusahaan juga harus dilakukan penertiban.

“Penertiban diperlakukan sekaligus untuk penegakan perda dan harus dilakukan tanpa pandang bulu,” kata Hilmu Musa.

Friday, January 18, 2008

Kebersihan Ditenderkan

FRIDAY, 18 JANUARY 2008
SIDOARJO - SURYA , Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Sidoarjo akan melelang pekerjaan pembersihan kawasan, dengan mengundang pihak swasta atau kontraktor. Langkah ini untuk menyiasati kebijakan pemerintah, yang tak mengizinkan adanya pekerja honorer di lingkungan pemerintah daerah, meski petugas kebersihan sekalipun. Padahal, seiring pengembangan wilayah yang menjadi tanggungjawab DKP dalam masalah kebersihan, petugas yang ada saat in masih jauh dari memadai. Akibatnya, tak jarang pegawai DKP yang berstatus PNS, ikut turun membersihkan sejumlah ruas jalan.

Jumlah pasukan kebersihan di Sidoarjo sekarang sebanyak 546 orang, terdiri dari pasukan kuning dan pasukan hijau. Untuk pasukan kuning yang dikendalikan Subdin Kebersihan DKP, pekerjaan utamanya membersihkan jalan dan lingkungan, sedang pasukan hijau khusus untuk menangani pertamanan di bawah pengawasan Subdin Pertamanan.
Dari jumlah itu, masih kurang dari 50 persen yang berstatus sebagai PNS. Tahun depan, ditargetkan seluruh tenaga kebersihan dan pertamanan yang masih berstatus honorer, sudah naik derajatnya sebagai pegawai pemerintah.

“Tentunya disesuaikan dengan syarat yang ada, baik dari segi usia maupun jenjang kependidikannya. Nantinya juga akan ada tes, seperti kesehatan. Jadi ada kemungkinan tidak seluruhnya diangkat menjadi PNS,” kata Made Suryata, Kasubdin Kebersihan DKP kepada Surya, Kamis (17/1).
Idealnya, jumlah pasukan kuning di Sidoarjo bertambah 500 orang lagi, dan sedikitnya 150 orang untuk pasukan hijau. Mengundang pihak ketiga untuk mengikuti lelang pekerjaan kebersihan, akan dilakukan setelah anggaran dalam APBD 2008 yang telah disahkan DPRD, disetujui Gubernur Jatim. “Sekarang belum ada duitnya. Kalau gubernur sudah setuju, mungkin baru kita mulai pelelangannya,” katanya.
Sementara disampaikan Ali Machmudi, Kasubdin Pertamanan DKP, minimnya jumlah pasukan hijau yang bertanggungjawab atas keberadaan taman, menjadi kendala tersendiri dalam menciptakan Sidoarjo penuh bunga. Sebab, saat petugas sedang melakukan perawatan di salah satu titik, pada titik lain kondisinya sudah rusak tak tertangani.
“Apalagi mulai tahun lalu Sidoarjo banyak menciptakan taman-taman baru. Kalau jumlah petugasnya masih seperti sekarang, mustahil bisa menjadi seperti Surabaya,” kata Ali.
Helmi Musa, anggota Komisi A DPRD Sidoarjo sepakat jika masalah penanganan pertamanan itu diserahkan ke swasta. Melalui Fraksi Kebangkitan Bangsa Keadilan (FKBK), saat pemandangan umum fraksi akan RAPBD 2008 Desember lalu, pihaknya sudah menyampaikan ke Bupati Win Hendrarso agar swastanisasi taman kota segera direalisasikan. tja

Monday, January 14, 2008

PNS Wajib Langganan Parkir

MONDAY, 14 JANUARY 2008
Dinas Perhubungan Sidoarjo akan mengintensifkan pemungutan retribusi parkir berlangganan di antaranya dengan mewajibkan pegawai negeri sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang memiliki kendaraan bermotor berlangganan. Ini adalah langkah awal untuk memulihkan pendapatan UPT (Unit Pelaksana Dinas) Parkir setelah 2 tahun gagal menjaring uang parkir secara berlangganan dari masyarakat umum.

Kebijakan ini disampaikan Djoko Sartono, Kepala Dinas Perhubungan Sidoarjo saat menjawab teguran Komisi A DPRD setempat, akhir pean lalu. “Seluruh PNS yang memiliki kendaraan berpelat nomor Sidoarjo, akan menjadi sasaran utama penjaringan parkir berlangganan yang dipungut di samsat. Mereka sebagai percontohan sebelum diberlakukan terhadap masyarakat Sidoarjo secara umum,” kata Djoko Sartono.

Sebelumnya, saat dengar pendapat yang berlangsung di ruang Komisi A, dinas itu ditegur agar mengembalikan anggaran operasional parkir berlangganan senilai Rp 4 miliar lebih yang telah diajukan dan disetujui dalam APBD 2008. “Minimal dishub harus balik modal dalam melaksanakan parkir berlangganan ini,” kata Helmi Musa, Sekretaris Komisi A.

Ini juga sebagai konsekwensi yang harus ditanggung dishub, atas komitmennya yang disampaikan saat pembahasan anggaran. Komisi A saat itu merekomendarikan ke panitia anggaran (panggar) agar anggaran operasional parkir berlangganan yang diajukan dishub ditangguhkan, sebelum ada komitmen setoran yang jelas ke kas daerah.

“Bahkan saat itu kami merekomendasikan agar target perolehan retribusi parkir hanya Rp 250.000, tapi mereka (dishub) justru berani menyetor Rp 4 miliar, asal anggaran operasionalnya disetujui,” kata Helmi.
Komitmen setoran itu juga ditandaskan Win Hendrarso, Bupati Sidoarjo saat menjawab pendapat akhir fraksi-fraksi atas RAPBD 2008, pertengahan Desember lalu. “Kami akan mengoptimalkan kembali parkir berlangganan,” kata Win.

Agar pelaksanaan program ini berjalan sesuai harapan, Komisi A meminta agar Djoko Sartono, merapikan kembali koordinasi dengan Polres Sidoarjo dan Dispenda Jatim UPT Sidoarjo. Hubungan tiga instansi ini sejatinya sudah berjalan harmonis dalam memungut uang parkir berlangganan di samsat, tapi terhenti di tengah jalan karena tak adanya titik temu kesepakatan bagi hasil. tja

Tuesday, January 08, 2008

Helmi Musa Tuding Dishub Sidoarjo Gagal Kelola Parkir

SELASA, 2008 JANUARI 08-Surabaya Sore
Dewan Tuding Dishub Gagal Kelola Parkir
Pasca Kebocoran Mencuat

SIDOARJO - Carut marut serta rencana kedepan parkir berlangganan mendapat perhatian serius kalangan dewan. Bertolak dari itu, Komisi A DPRD Sidoarjo menggelar hearing dengan Dinas Perhubungan (dishub) Sidoarjo, Selasa (8/1) siang.

Menurut salah seorang anggota Komisi A, Helmi Musa, pada pertemuan kemarin banyak dilakukan evaluasi kegagalan parkir selama ini. Termasuk halnya membahas pemotongan penyunatan gaji jukir sebesar Rp 100 ribu oleh dishub beberapa waktu lalu.

“Kami minta agar gaji jukir yang dipotong itu segera dikembalikan. Meskipun dasar pemotongan itu untuk peningkatan PAD (pendapatan asli daerah),” kata Helmi.
Soal rencana Dishub yang menyewakelolakan parkir berlangganan pada tahun ini, Komisi A sependapat dengan hal itu. “Kalau pemungutan pajak atau retribusi, itu malah yang menyalahi aturan,” tambah legislator asal PKS ini.

Pemungutan retribusi parkir itu sendiri direncanakan dibarengkan dengan pengurusan STNK. Hal tersebut menyusul kesepakatan bersama antara Polda dengan Pemprov Jatim beberapa waktu lalu. “Lha apakah itu ada korelasinya dengan MoU antara Pemkab Sidoarjo dengan Polres. Sebab, perda sendiri tergantung dengan MoU itu,” timpal anggota komisi A lainnya, Suharyono.

Dishub sendiri nampaknya akan membuat sejumlah gebrakan untuk mempercepat pemulihan parkir berlangganan ini. Diantaranya, dalam waktu dekat akan ada kewajiban bagi PNS dan legislatif yang punya mobil atau sepeda motor untuk segera menjadi wajib parkir berlangganan.

Sedang Kepala Dishub Djoko Sartono, usai hearing tersebut mengatakan optimis parkir berlangganan yang tadinya carut marut akan bisa sukses. “Ini kita baru melakukan penataan di dalam. Mudah-mudahan sukses,” kata Djoko kepada Surabaya Pagi.

Kebocoran Dilaporkan Kejati

Di lain tempat, LSM Rakyat Peduli Lelang (Rapel) melaporkan dugaan kebocoran dana retribusi parkir ke Kejaksaan. Koordinator Rapel, Chamim Putra Ghafur, mengatakan, siang kemarin pihaknya sudah melaporkan kasus tersebut ke Kejaksaan Tinggi. “Di sini (Kejaksaan Negeri Sidoarjo) kita hanya masukkan tembusannya saja,” kata Chamim di Kejari Sidoarjo.

Seperti diberitakan kemarin, Chamim menyebut kebocoran dana retribusi parkir berlangganan mencapai kisaran ratusan juta rupiah. Jumlah itu diasumsikannya bahwa seorang jukir dari 400 jukir yang ada, setoran perbulannya bocor Rp 100 ribu. Dan itu terjadi selama 5 bulan.
Dugaan bocornya setoran ke kasda itu lantaran ditemukan ketidaksesuaian antara jumlah karcis yang diterima jukir dengan jumlah setoran masuk. “Setidaknya kita telah mengantongi surat pernyataan sekitar 200-an jukir soal perbedaan nilai terima karcis dengan jumlah setorannya,” tegas Chamim. her/gun




Monday, January 07, 2008

PEMOTONGAN GAJI JUKIR, Dewan Anggap Pungli


Saturday, 22 December 2007
SIDORAJO- SURYA , Kebijakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir Dinas Perhubungan Sidoarjo memotong gaji juru parkir (jukir), masuk kategori pungutan liar (pungli) meski tujuannya untuk mendongkrak perolehan retribusi parkir. Sebab, tidak ada dasar aturan resmi dan tertulis dalam melaksanakan potongan itu.

“Apakah benar uang hasil pungutan itu dimasukkan dalam retribusi parkir. Kalau toh dikantongi sendiri oleh oknum dinas kan tidak ada yang tahu, karena dasar untuk memungut pun tidak ada. Makanya saya bilang, pungutan ini liar,” kata Helmi Musa SSi, Sekretaris Komisi A DPRD Sidoarjo kepada Surya, Jumat (21/12).

Tidak adanya aturan resmi memungut tambahan setoran retribusi parkir itu, diakui H Yusuf, Ketua Paguyuban Juru Parkir Sidoarjo. Menurutnya, jukir hanya menerima keputusan itu secara lisan dari PT Surya Indah Cemerlang (SIC), yang mengaku menjalankan perintah dari UPT Parkir Dinas Perhubungan. Saat menyerahkan uang Rp 100 ribu sebagai tambahan setoran retribusi parkir, kata Yusuf, juga tidak ada kwitansi atau bukti pembayarn dalam bentuk lain. “Tidak ada mas. Saya sendiri juga nggak yakin itu untuk tambahan retribusi parkir,” kata Yusuf.

Helmi kembali mengatakan, UPT Parkir telah menjadikan jukir sebagai sapi perahan, setelah satuan kerja di bawah Dinas Perhubungan itu gagal mengumpulkan duit parkir dari sistem berlangganan. Seharusnya, Dinas Perhubungan terus mengoptimalkan program parkir berlangganan yang sudah jelas dasar aturannya, melalui koordinasi secara intens dengan instansi terkait.
“Kalau ternyata penarikan uang parkir berlangganan di samsat tidak jalan, berarti konsolidasi dinas perhubungan gagal. Mestinya ini tidak terjadi, karena dalam praktiknya di daerah lain bisa,” ujar Helmi, sembari menyebut Kabupaten Banyuwangi atau Nganjuk yang sukses menjalankan parkir berlangganan.

Atas kondisi ini, Komisi A akan merekomendasikan Panitia Anggaran (Panggar) dewan agar tidak meloloskan pengajuan anggaran pengelolaan parkir berlangganan, oleh Dinas Perhubungan. Dalam RAPBD 2008, dinas itu meminta duit Rp 4 miliar lebih, untuk pengelolaan parkir berlangganan. Alasannya, jika parkir berlangganan itu mampu dijalankan, otomatis potensi parkir di Sidoarjo yang mencapai angka Rp13 miliar pertahun, bisa didapat. “Lha ini hasilnya saja tidak jelas, kok minta anggaran,” tandasnya.

Sedang menurut Yusuf, jika Dinas Perhubungan memang berniat mendongkrak retribusi parkir, seharusnya disosialisasikan secara resmi kepada para jukir. Ini agar tak memicu dugaan negatif jika kemudian para jukir diminta setoran lebih. “Tidak ada salahnya kalau Dinas Perhubungan juga turun langsung ke lapangan, melihat seperti apa potensi parkirnya. Ini penting sebagai patokan untuk menetapkan target retribusi, agar tidak main potong gaji seperti ini,” pungkas Yusuf. tja

Joko: Potongan Ini Logis

KEPALA Dinas Perhubungan Sidoarjo Joko Sartono, menilai logis jika gaji jukir dipotong untuk menambah perolehan retribusi parkir. Sebab, dari gaji yang mereka terima, tidak berimbang dibanding setoran retribusi parkir mereka ke UPT Parkir.
“Coba sampeyan hitung sendiri. Jukir kami gaji Rp 490 ribu per bulan, sementara setorannya hanya Rp 100 ribu sampai Rp 150 ribu per bulan. Lalu darimana sisa kekurangan itu kami dapatkan untuk menutupinya. Ibarat perusahaan, modal kami lebih besar dari hasil yang didapatkan,” kata Joko, Jumat (21/12).

Tapi ia mengakui, munculnya potongan gaji ini karena kesalahan estimasi sistem yang dijalankan. Dulunya, para jukir menerima gaji tetap, dengan asumsi mereka tidak memungut lagi uang parkir dari pemilik kendaraan, karena adanya parkir berlangganan.
Ketika sistem gaji bulanan ini diterapkan, nyatanya sistem parkir berlangganan dengan mengutip uang parkir bersamaan pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), tidak mampu diandalkan. Akibatnya, target retribusi parkir tidak berhasil diraih.

“Komitmen yang muncul, jukir diwajibkan setor retribusi Rp100 ribu sampai Rp 150 ribu. Tapi setoran itu juga tak mampu menutup uang operasional yang telah kita keluarkan,” ujar Joko Sartono.
Namun ia mengaku tak tahu persisnya seperti apa komitmen uang setoran jukir itu. Katanya, itu kebijakan Fatkhurozi, pejabat lama sebelum ia masuk menjadi Kepala Dinas Perhubungan. Begitu juga kebijakan tambahan setoran uang parkir dengan jalan memotong gaji jukir. “Itu sudah ada sebelum saya masuk,” kilahnya.

Apakah akan menghapus gaji jukir dan mengembalikan sistem parkir bayar ditempat ? Kata Joko, itu bisa menjadi salah satu pilihan. Sebab, jika dilihat dari potensi parkir yang ada sekarang, setoran jukir masih terlalu kecil. Apalagi dalam praktiknya, banyak jukir mengutip uang parkir jauh di atas aturan yang berlaku. Rata-rata jukir mengutip Rp 1.000 untuk sekali parkir sepeda motor, dan Rp 2.000 untuk mobil. “Tapi saya akan berupaya untuk mengoptimalkan lagi sistem parkir berlangganan. Bagaimana caranya? Pokoknya ada,” tukas Joko. tja




 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger