Thursday, July 06, 2006

Jebol Dini Hari, Warga Nglurug

Kamis, 06 Juli 2006
Paginya, Sandera Dua Orang Lapindo di Kedungbendo
SIDOARJO, Jawa Pos- Baru saja pertandingan Italia lawan Jerman di Piala Dunia dimulai pukul 02.00 dini hari kemarin, warga Perumahan Tanggulangin Anggun Sejahtera (Perum TAS) heboh. Tanggul pembatas lumpur di desa mereka, Kedungbendo, Tanggulangin, jebol lagi.

Kepanikan di kegelapan malam pun terjadi. Lumpur mengalir ke jalanan. Sembari berusaha menambal tanggul, warga yang lain memutuskan berkemas-kemas untuk mengungsi. Pagi kemarin, toko-toko yang sempat bertahan tutup total.

Warga kian marah karena malam sebelumnya, Selasa (4/7) sekitar pukul 20.30, mereka sudah protes. Mereka beramai-ramai ke jalan tol Km 38 untuk menuntut box culvert yang baru dibuat ditutup agar lumpur tidak terus mengalir ke Kedungbendo. Namun, permintaan itu ditolak petugas karena warga Siring yang genangan di wilayahnya kian tinggi bisa marah.

Sekitar 08.00 WIB kemarin, 400-an orang dari 120 RT di 26 RW Perum TAS berduyun-duyun ke balai desa. Kepada Camat Tanggulangin Sudarto dan Kades Kedungbendo Hasan, mereka menuntut pimpinan Lapindo didatangkan ke balai desa untuk berunding.

Setelah menunggu tiga jam, sekitar pukul 11.00, dua pegawai external relation Lapindo, Arif Setyo Widodo dan Diaz Roihan, datang. Mereka mendengar tuntutan warga. Tuntutan fisik, antara lain, Lapindo harus membangun tanggul tahan bobol, mengidentifikasi bahaya lumpur, serta menyiapkan evakuasi warga.

Lapindo juga harus menyediakan formulir ganti untung sebagai kesepakatan tertulis dengan warga. Mereka mendesak rumah tipe 21 diganti senilai Rp 400 juta, tipe 36 Rp 500 juta, dan tipe 45 Rp 700 juta. "Itu belum termasuk yang renovasi dan kios-kios di pasar," ujar warga.

Namun, Diaz dan Arif bukanlah pengambil keputusan. Warga pun menuntut General Manager Lapindo Brantas Imam Agustino didatangkan. "Jangan dikasih pulang. Kita sandera mereka berdua sampai bosnya datang dan kasih kepastian!" teriak warga emosional.

Ruang kepala desa yang biasanya tenang berganti hiruk pikuk. Berbagai umpatan dan makian warga saling bersahutan. Seorang ibu bernama Nuraini, 50, menjerit histeris. "Kami ini manusia, Pak. Saya kredit rumah mulai nol. Sekarang kok mau dikubur lumpur. Ya Allah, Pak," ucap Nuraini, langsung lemas.

Polisi minta warga bisa menahan diri agar tidak kena masalah hukum. "Sudah. Kalau ada apa-apa, nanti urusannya bisa lain," kata beberapa polisi yang berjaga bersama para petugas berpakaian sipil.

"Biar saja, Pak! Saya mati pun siap!" kata warga. Ratusan massa sempat hendak bergerak untuk menutup jalan raya Surabaya-Gempol di Porong untuk memprotes nasib mereka. Untunglah, ancaman itu diurungkan.

Pada saat bersamaan, ada yang mendengar tanggul di perempatan desa hendak dibongkar pekerja PT Yamaindo, pabrik sofa di Kedungbendo, untuk jalan lewat mobil yang mengevakuasi barang. Warga pun berdatangan mencegahnya.(roz)

0 comments:

 
Copyright  © 2007 | Design by uniQue             Icon from : FamFamFam             Powered by Powered By Blogger