Surya, 21 Maret 2006
DPRD Usul Izinnya Ditinjau Ulang
Sidoarjo, Surya - Komisi A DPRD mendesak Bupati Win Sidoarjo supaya meminta Departemen Perindustrian meninjau ulang izinnya untuk pabrik minuman keras (miras) PT Gunungmas Santosoraya di Desa Jatirejo, Porong. Desakan itu mengacu fakta bahwa PT Gunungmas melanggar ketentuan dasar Keputusan Menperindag No 359/MPP/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Produksi Miras. "Banyak kewajiban yang telah dilanggar sehingga bupati harus minta peninjauan ulang terhadap pemberian izinnya. Langkah seperti ini yang sudah berhasil di Bekasi tahun 2003 lalu," kata Sekretaris Komisi A DPRD Helmi Musa, kepada Surya, Senin (20/3).
Politisi PKS ini berani memastikan PT GS melanggar Keputusan Menperindag setelah meninjau lokasi pabrik miras bersama Ketua Komisi A Ali Fauzan dan sejumlah anggotanya, kemarin. Menurut Helmi, PT GS tidak mematuhi Pasal 6 ayat 2, yakni soal kewajiban menerapkan proses fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi dalam proses produksinya. Seperti diketahui, fermentasi merupakan proses peragian, sedangkan destilasi adalah proses pemisahan cairan dengan menggunakan titik didih. Proses ini memengaruhi higienitas sebuah produk minuman. "Ternyata, seperti diakui pemiliknya tadi (juragan PT GS, Sudiono Aliwijoyo, Red), tidak ada proses fermentasi dan destilasi. Dia tinggal membeli ethanol atau alkohol dari Lawang," papar Helmi.
Aliwijoyo sempat berkilah, "Seluruh Indonesia punya pabrik miras, tidak ada yang punya fermentasi sendiri." Bagi Helmi, fakta ini cukup kuat dijadikan alasan untuk meninjau ulang izin PT GS. Sebab, sesuai Pasal 8 ayat 2, jika perusahaan miras sudah melaksanakan fermentasi dan atau destilasi, tidak wajib memperbarui izinnya tapi cukup membuat laporan tertulis. Helmi kemudian menyodorkan pelanggaran kedua PT GS, yakni produksinya yang melampaui ketentuan kepmen tadi. "Seharusnya 323.400 liter per tahun atau 889 liter per hari tapi kenyataannya, menurut karyawan yang saya tanyai, di sana sampai 2500 per hari," tutur Helmi. Tapi Aliwijoyo punya alasan lain. Menurut dia, produksinya antara 500-600 karton per bulan. Tiap karton berisi 12 botol dan tiap botol berisi satu liter. Jika pengakuan Aliwijoyo benar, berarti produksinya hanya antara 200-240 liter per hari. "Masalah ini akan kami lanjutkan dengan mengundang dinas-dinas terkait, besok (hari ini, Red)," kata Ketua Komisi A Ali Fauzan. Wakil Ketua Komisi A, Iswahyudi, menambahkan, produksi miras PT GS juga perlu diwaspadai karena sebagian menggunakan botol-botol bekas. "Dia beli botol-botol bekas dari pemasok dalam keadaan bersih. Katanya begitu," ujar Iswahyudi. Sementara itu, Bupati Win Hendrarso juga mengundang para tokoh masyarakat dan ulama untuk membahas pabrik miras tersebut, Selasa (21/3) hari ini. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sidoarjo, Usman Bahri, ketika ditemui wartawan kemarin juga baru saja menerima surat undangan itu. Namun, Usman mengaku tidak akan mengeluarkan fatwa kecuali sekadar tausiyah atau nasehat. "MUI memandang belum perlu mengeluarkan fatwa karena masih ada jalan lain. Tapi, MUI ingin produksi miras itu ditutup. Teruskan saja usaha mie kering dan sirupnya," ujar Usman yang mengakui baru saja didatangi Aliwijoyo. (yul)
Sidoarjo, Surya - Komisi A DPRD mendesak Bupati Win Sidoarjo supaya meminta Departemen Perindustrian meninjau ulang izinnya untuk pabrik minuman keras (miras) PT Gunungmas Santosoraya di Desa Jatirejo, Porong. Desakan itu mengacu fakta bahwa PT Gunungmas melanggar ketentuan dasar Keputusan Menperindag No 359/MPP/1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Produksi Miras. "Banyak kewajiban yang telah dilanggar sehingga bupati harus minta peninjauan ulang terhadap pemberian izinnya. Langkah seperti ini yang sudah berhasil di Bekasi tahun 2003 lalu," kata Sekretaris Komisi A DPRD Helmi Musa, kepada Surya, Senin (20/3).
Politisi PKS ini berani memastikan PT GS melanggar Keputusan Menperindag setelah meninjau lokasi pabrik miras bersama Ketua Komisi A Ali Fauzan dan sejumlah anggotanya, kemarin. Menurut Helmi, PT GS tidak mematuhi Pasal 6 ayat 2, yakni soal kewajiban menerapkan proses fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi dalam proses produksinya. Seperti diketahui, fermentasi merupakan proses peragian, sedangkan destilasi adalah proses pemisahan cairan dengan menggunakan titik didih. Proses ini memengaruhi higienitas sebuah produk minuman. "Ternyata, seperti diakui pemiliknya tadi (juragan PT GS, Sudiono Aliwijoyo, Red), tidak ada proses fermentasi dan destilasi. Dia tinggal membeli ethanol atau alkohol dari Lawang," papar Helmi.
Aliwijoyo sempat berkilah, "Seluruh Indonesia punya pabrik miras, tidak ada yang punya fermentasi sendiri." Bagi Helmi, fakta ini cukup kuat dijadikan alasan untuk meninjau ulang izin PT GS. Sebab, sesuai Pasal 8 ayat 2, jika perusahaan miras sudah melaksanakan fermentasi dan atau destilasi, tidak wajib memperbarui izinnya tapi cukup membuat laporan tertulis. Helmi kemudian menyodorkan pelanggaran kedua PT GS, yakni produksinya yang melampaui ketentuan kepmen tadi. "Seharusnya 323.400 liter per tahun atau 889 liter per hari tapi kenyataannya, menurut karyawan yang saya tanyai, di sana sampai 2500 per hari," tutur Helmi. Tapi Aliwijoyo punya alasan lain. Menurut dia, produksinya antara 500-600 karton per bulan. Tiap karton berisi 12 botol dan tiap botol berisi satu liter. Jika pengakuan Aliwijoyo benar, berarti produksinya hanya antara 200-240 liter per hari. "Masalah ini akan kami lanjutkan dengan mengundang dinas-dinas terkait, besok (hari ini, Red)," kata Ketua Komisi A Ali Fauzan. Wakil Ketua Komisi A, Iswahyudi, menambahkan, produksi miras PT GS juga perlu diwaspadai karena sebagian menggunakan botol-botol bekas. "Dia beli botol-botol bekas dari pemasok dalam keadaan bersih. Katanya begitu," ujar Iswahyudi. Sementara itu, Bupati Win Hendrarso juga mengundang para tokoh masyarakat dan ulama untuk membahas pabrik miras tersebut, Selasa (21/3) hari ini. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sidoarjo, Usman Bahri, ketika ditemui wartawan kemarin juga baru saja menerima surat undangan itu. Namun, Usman mengaku tidak akan mengeluarkan fatwa kecuali sekadar tausiyah atau nasehat. "MUI memandang belum perlu mengeluarkan fatwa karena masih ada jalan lain. Tapi, MUI ingin produksi miras itu ditutup. Teruskan saja usaha mie kering dan sirupnya," ujar Usman yang mengakui baru saja didatangi Aliwijoyo. (yul)
0 comments:
Post a Comment